Selamat Datang Teman-Teman, Ibu/Bapak saudara sekalian .
terima kasih sudah mampir.. :)
Anda Sopan kami Segan :)

Senin, 19 November 2012

contoh makalah sejarah organisasi pergerakan nasional




MAKALAH

SEJARAH
ORGANISASI
PERGERAKAN NASIONAL
O
L
E
H
AFDANIL
IHSAN

BUDI UTOMO
Organisasi Budi Utomo lahir pada tanggal 20 Mei 1908 dan menjadi tonggak permulaan pergerakan nasional di Indonesia. Pada awal berdirinya, organisasi Budi Utomo hanya bergerak dalam bidang pendidikan dan sosial budaya. Organisasi ini mendirikan sejumlah sekolah yang bernama Budi Utomo dengan tujuan berusaha memelihara serta memajukan kebudayaan Jawa. Anggota Budi Utomo terdiri dari kalangan atas suku Jawa dan Madura

Budi Utomo memiliki sejumlah tokoh penting, antara lain: Dr. Sutomo, Dr. Cipto Mangunkusumo, dan Gunawan Mangunkusumo. Sejak tahun 1915 organisasi Budi Utomo bergerak di bidang politik. Gerakan nasionalisme Budi Utomo yang berciri politik dilatari oleh berlangsungnya Perang Dunia I. Peristiwa Perang Dunia I mendorong pemerintah kolonial Hindia-Belanda memberlakukan milisi bumiputera, yaitu wajib militer bagi warga pribumi.
Dalam perjuangannya di bidang politik, Budi Utomo memberi syarat untuk pemberlakuan wajib militer tersebut. Syarat tersebut adalah harus dibentuk terlebih dulu sebuah lembaga perwakilan rakyat (Volksraad). Usul Budi Utomo disetujui oleh Gubernur Jenderal Van Limburg Stirum sehingga terbentuk Volksraad pada tanggal 18 Mei 1918. Di dalam lembaga Volksraad terdapat perwakilan organisasi Budi Utomo, yaitu Suratmo Suryokusomo.
Menyadari arti penting manfaat organisasi pergerakan bagi rakyat, maka pada tahun 1920 organisasi Budi Utomo membuka diri untuk menerima anggota dari kalangan masyarakat biasa. Dengan bergabungnya masyarakat luas dalam organisasi Budi Utomo, hal ini menjadikan organisasi tersebut berfungsi menjadi pergerakan rakyat. Kondisi ini dibuktikan dengan adanya pemogokan-pemogokan buruh untuk menuntut kehidupan yang lebih baik.
Sejak tahun 1930 Budi Utomo membuka keanggotaannya untuk semua bangsa Indonesia. Dalam bidang politik, Budi Utomo memiliki cita-cita untuk mewujudkan Indonesia merdeka. Dengan demikian, Budi Utomo telah berkembang menjadi sebuah organisasi dengan sifat dan tujuan nasionalisme.
Untuk mencapai tujuan tersebut, pada tahun 1935 Budi Utomo menggabungkan diri dengan Partai Bangsa Indonesia (PBI) yang didirikan oleh Dr. Sutomo. Hasil peleburan Budi Utomo dan PBI adalah Partai Indonesia Raya (Parindra) yang diketuai oleh Dr. Sutomo.







Indische Partij
Indische Partij (IP) didirikan oleh Ernest Francois Douwes Dekker (Danudirjo Setyabudi), dr. Cipto Mangunkusumo, dan Suwardi Suryaningrat di Bandung pada tanggal 25 Desember 1912. Mereka terkenal dengan sebutan Tiga Serangkai. Sebelum membentuk Indische Partij, mereka telah memropagandakan Hindia untuk Hindia. Douwes Dekker ingin menanamkan perasaan kebangsaan terhadap orang-orang kulit putih dan kulit berwarna yang lahir di Hindia Belanda (Indonesia). Ia ingin menyatukan orang-orang kulit putih dan kulit berwarna............

Indische Partij adalah organisasi yang pertama kali bergerak dalam bidang politik dengan haluan asosiasi dan kooperatif. Untuk mewujudkan cita-citanya, Indische Partij dalam program kerja telah menetapkan langkah-langkah sebagai berikut:
1) meresapkan cita-cita kesatuan nasional Hindia (Indonesia),
2) memberantas kesombongan sosial dalam pergaulan, baik di bidang pemerintahan maupun kemasyarakatan,
3) berusaha untuk mendapatkan persamaan hak bagi semua orang Hindia,
4) memperbesar pengaruh pro-Hindia di dalam pemerintahan,
5) meningkatkan pengajaran yang kegunaannya harus ditujukan untuk kepentingan ekonomi Hindia,
6) memperbaiki keadaan ekonomi bangsa Hindia, terutama dengan memperkuat mereka yang memiliki ekonomi lemah,
7) memberantas usaha yang membangkitkan kebencian antara agama yang satu dan agama lainnya.
Pasal-pasal itu pula yang membuktikan bahwa Indische Partij merupakan partai politik yang pertama muncul di Indonesia. Dalam waktu singkat IP mempunyai 30 cabang dengan anggota lebih dari 7.000 orang. Karena Indische Partij bersifat progresif dengan tujuan ingin merdeka, pemerintahan Hindia Belanda cemas dan bersikap tegas. Permohonan Indische Partij untuk mendapat pengakuan sebagai badan hukum pada bulan Maret 1913 kepada pemerintah kolonial Belanda ditolak. Alasannya, organisasi itu bersifat politik dan mengancam keamanan umum. Meskipun kemudian ada perubahan dalam anggaran dasarnya, permohonan Indische Partij untuk berbadan hukum tetap ditolak.
Dokter Cipto Mangunkusumo dan Suwardi Suryaningrat selain memimpin Indische Partij juga memimpin suatu lembaga yang diberi nama Komite Bumiputra. Komite itu memohon kepada Raja Belanda agar pemerintah mencabut peraturan tentang hukuman terhadap orang pribumi yang dicurigai bermaksud jahat. Dokter Cipto Mangunkusumo juga menulis tentang sejarah dan filsafat bangsa Jawa.
Suwardi Suryaningrat mengecam pemerintah Belanda dengan menulis artikel yang berjudul Als Ik eens Nederlander was yang berarti Seandainya Aku Seorang Belanda. Akibat tulisan tersebut, Belanda menjatuhkan hukuman pengasingan kepada ketiganya. Douwes Dekker diasingkan ke Timor, dr Cipto Mangunkusumo diasingkan ke Banda, dan Suwardi Suryaningrat diasingkan ke Bangka. Hukuman itu kemudian diubah. Ketiganya boleh memilih tempat pengasingan ke luar negeri. Mereka akhirnya memilih Negeri Belanda. Akibat pengasingan tersebut pengikut dan pendukung Indische Partij bubar dan banyak yang masuk ke dalam perkumpulan Insulinde, yakni organisasi peranakan Eropa dan orang Eropa yang ingin tetap tinggal di Hindia.
Pada tahun 1918, tokoh Tiga Serangkai diperbolehkan pulang ke Tanah Air. Di Tanah Air, ketiga tokoh tersebut segera bergabung dengan Insulinde dan mempunyai pengaruh besar di dalamnya. Akhirnya, perkumpulan itu dapat menjadi partai yang berjuang menuju kemerdekaan. Oleh karena pengaruh SI sangat kuat menyebabkan Partij Insulinde makin lemah. Dengan perkembangan baru tersebut, pada bulan Juni 1919 Partij Insulinde diubah namanya menjadi National Indische Partij (NIP). Suwardi Suryaningrat dan Douwes Dekker kembali menjadi pengurus besarnya.
National Indische Partij menyusun anggaran dasar baru. Maksud dan tujuan organisasinya hampir sama dengan Indische Partij sehingga pada tahun 1923 National Indische Partij dilarang beraktivitas politik pemerintah Belanda. Pemimpin partai kemudian memutuskan tidak akan mendirikan partai lagi dan menganjurkan supaya para anggotanya memasuki salah satu partai yang ada untuk melanjutkan perjuangan.
Douwes Dekker dan Suwardi Suryaningrat melanjutkan perjuangan melalui jalur pendidikan. Douwes Dekker membuka perguruan nasional dengan nama Kesatrian Institut setingkat SD di Pasir Kaliki, Bandung. Suwardi Suryaningrat pada tahun 1922 mendirikan Perguruan Taman Siswa di Yogyakarta. Setelah mendirikan Taman Siswa, Suwardi Suryaningrat lebih dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantara. Dokter Cipto Mangunkusumo melanjutkan perjuangan politik secara bebas dan menerbitkan surat kabar berbahasa Jawa yang bernama Panggugah
Sarekat Islam
Sarekat Islam pada awalnya adalah perkumpulan pedagang-pedagang Islam yang diberi nama Sarekat Dagang Islam. Perkumpulan ini didirikan oleh Haji Samanhudi tahun 1911 di kota Solo. Perkumpulan ini semakin berkembang pesat ketika Tjokroaminoto memegang tampuk pimpinan dan mengubah nama perkumpulan menjadi Sarekat Islam. Sarekat Islam (SI) dapat dipandang sebagai salah satu gerakan yang paling menonjol sebelum Perang Dunia II.
Pendiri Sarekat Islam, Haji Samanhudi adalah seorang pengusaha batik di Kampung Lawean (Solo) yang mempunyai banyak pekerja, sedangkan pengusaha-pengusaha batik lainnya adalah orang-orang Cina dan Arab.
Tujuan utama SI pada awal berdirinya adalah menghidupkan kegiatan ekonomi pedagang Islam Jawa. Keadaan hubungan yang tidak harmonis antara Jawa dan Cina mendorong pedagang-pedagang Jawa untuk bersatu menghadapi pedagang-pedagang Cina. Di samping itu agama Islam merupakan faktor pengikat dan penyatu kekuatan pedagang-pedagang Islam.
Pemerintah Hindia Belanda merasa khawatir terhadap perkembangan SI yang begitu pesat. SI dianggap membahayakan kedudukan pemerintah Hindia Belanda, karena mampu memobilisasikan massa. Namun Gubernur Jenderal Idenburg (1906-1916) tidak menolak kehadiran Sarekat Islam. Keanggotaan Sarekat Islam semakin luas.
Pada kongres Sarekat Islam di Yogayakarta pada tahun 1914, HOS Tjokroaminoto terpilih sebagai Ketua Sarekat Islam. Ia berusaha tetap mempertahankan keutuhan dengan mengatakan bahwa kecenderungan untuk memisahkan diri dari Central Sarekat Islam harus dikutuk dan persatuan harus dijaga karena Islam sebagai unsur penyatu.
Politik Kanalisasi Idenburg cukup berhasil, karena Central Sarekat Islam baru diberi pengakuan badan hukum pada bulan Maret 1916 dan keputusan ini diambil ketika ia akan mengakhiri masa jabatannya. Idenburg digantikan oleh Gubernur Jenderal van Limburg Stirum (1916-1921). Gubernur Jenderal baru itu bersikap agak simpatik terhadap Sarekat Islam.
Namun sebelum Kongres Sarekat Islam Kedua tahun 1917 yang diadakan di Jakarta muncul aliran revolusionaer sosialistis yang dipimpin oleh Semaun. Pada saat itu ia menduduki jabatan ketu pada SI lokal Semarang. Walaupun demikian, kongres tetap memutuskan bahwa tujuan perjuangan Sarekat Islam adalah membentuk pemerintah sendiri dan perjuangan melawan penjajah dari kapitalisme yang jahat. Dalam Kongres itu diputuskan pula tentang keikutsertaan partai dalam Voklsraad. HOS Tjokroaminoto (anggota yang diangkat) dan Abdul Muis (anggota yang dipilih) mewakili Sarekat Islam dalam Dewan Rakyat (Volksraad).
Pada Kongres Sarekat Islam Ketiga tahun 1918 di Surabaya, pengaruh Sarekat Islam semakin meluas. Sementara itu pengaruh Semaun menjalar ke tubuh SI. Ia berpendapat bahwa pertentangan yang terjadi bukan antara penjajah-penjajah, tetapi antara kapitalis-buruh. Oleh karena itu, perlu memobilisasikan kekuatan buruh dan tani disamping tetap memperluas pengajaran Islam. Dalam Kongres SI Keempat tahun 1919, Sarekat Islam memperhatikan gerakan buruh dan Sarekat Sekerja karena hal ini dapat memperkuat kedudukan partai dalam menghadapi pemerintah kolonial. Namun dalam kongres ini pengaruh sosial komunis telah masuk ke tubuh Central Sarekat Islam (CSI) maupun cabang-cabangnya. Dalam Kongres Sarekat Islam kelima tahun 1921, Semaun melancarkan kritik terhadap kebijaksanaan Central Sarekat Islam yang menimbulkan perpecahan.
Rupanya benih perpecahan semakin jelas dan dua aliran itu tidak dapat dipersatukan kembali. Dalam Kongres Luar Biasa Central Sarekat Islam yang diselenggarakan tahun 1921 dibicarakan masalah disiplin partai. Abdul Muis (Wakil Ketua CSI) yang menjadi pejabat Ketua CSI menggantikan Tjokroaminoto yang masih berada di dalam penjara, memimpin kongres tersebut. Akhirnya Kongres tersebut mengeluarkan ketetapan aturan Disiplin Partai. Artinya, dengan dikeluarkannya aturan tersebut, golongan komunis yang diwakili oleh Semaun dan Darsono, dikeluarkan dari Sarekat Islam. Dengan pemecatan Semaun dari Sarekat Islam, maka Sarekat Islam pecah menjadi dua, yaitu Sarekat Islam Putih yang berasaskan kebangsaan keagamaan di bawah pimpinan Tjokroaminoto dan Sarekat Islam Merah yang berasaskan komunis di bawah pimpinan Semaun yang berpusat di Semarang.
Pada Kongres Sarekat Islam Ketujuh tahun 1923 di Madiun diputuskan bahwa Central Sarekat Islam digantikan menjadi Partai Sarekat Islam (PSI). dan cabang Sarekat Islam yang mendapat pengaruh komunis menyatakan diri bernaung dalam Sarekat Rakyat yang merupakan organisasi di bawah naungan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Pada periode antara tahun 1911-1923 Sarekat Islam menempuh garis perjuangan parlementer dan evolusioner. Artinya, Sarekat Islam mengadakan politik kerja sama dengan pemerintah kolonial. Namun setelah tahun 1923, Sarekat Islam menempuh garis perjuangan nonkooperatif. Artinya, organisasi tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial, atas nama dirinya sendiri. Kongres Partai Sarekat Islam tahun 1927 menegaskan bahwa tujuan perjuangan adalah mencapai kemerdekaan nasional berdasarkan agama Islam. Karena tujuannya adalah untuk mencapai kemerdekaan nasional maka Partai Sarekat Islam menggabungkan diri dengan Pemufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI).
Pada tahun 1927 nama Partai Sarekat Islam ditambah dengan “Indonesia” untuk menunjukan perjuangan kebangsaan dan kemudian namanya menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII). Perubahan nama itu dikaitkan dengan kedatangan dr. Sukiman dari negeri Belanda. Namun dalam tubuh PSII terjadi perbedaan pendapat antara Tjokroaminoto yang menekankan perjuangan kebangsaan di satu pihak, dan di pihka lain dr. Sukiman yang menyatakan keluar dari PSII dan mendirikan Partai Islam Indonesia (PARI). Perpecahan ini melemahkan PSII. Akhirnya PSII pecah menjadi PSII Kartosuwiryo, PSII Abikusno, PSII, dan PARI dr. Sukiman














Jong Sumatranen Bond
Suatu organisasi kedaerahan yang didirikan oleh pemuda-pemuda Sumatera di Jakarta pada tanggal 9 Desember 1917. Bertujuan menanamkan kepedulian terhadap kebudayaan sendiri dan memperkokoh hubungan murid sekolah menengah dari Sumatera. Organisasi tersebut muncul sebagai wujud kesadaran di kalangan pelajar-pelajar di Jakarta yang berasal dari Sumatera akan pentingnya organisasi, dan adanya rangsangan yang timbul setelah terbentuknya Jong Java, sehingga membuat mereka tergerak pula untuk mendirikan organisasi pemuda.
Jong Sumateranen Bond dijadikan sarana untuk memperkokoh hubungan antara sesama pelajar Sumatera di Jakarta, untuk menanam keinsyafan bahwa mereka nantinya menjadi pemimpin, dan untuk membangkitkan perhatian terhadap adat istiadat, seni, bahasa, kerajinan, pertanian, dan sejarah Sumatera. Usaha-usaha yang dilakukan organisasi ini adalah menghilangkan perasaan prasangka etnis di kalangan orang Sumatera, memperkuat perasaan saling membantu, dan mengangkat derajat penduduk Sumatera dengan jalan mengadakan kursus-kursus, ceramah-ceramah, dan propaganda-propaganda. Selain itu juga menerbitkan publikasi-publikasi yang diberi nama Jong Sumatera.
Jong Sumateranen Bond ternyata diterima oleh pemuda-pemuda Sumatera yang berada di kota-kota lain. Pada awal berdirinya, organisasi ini beranggotakan 150 orang. Satu tahun kemudian, jumlah ini meningkat menjadi 500 orang. Selain di Jakarta sebagai pusatnya, juga dibuka cabang di Padang dan Bukit Tinggi. Enam cabang organisasi mereka bentuk di Jawa, yaitu di Jakarta, Bogor, Serang, Sukabumi, Bandung, Purworejo; dan dua di Sumatera, yaitu di Padang dan Bukit tinggi. Pada bulan Juli 1919, Jong Sumateranen Bond mengadakan bulan kongresnya di Padang, meskipun pengurus besar organisasi tetap di Jakarta. Sejalan dengan makin menebalnya perasaan nasional dan pemakaian bahasa "Melayu" di kalangan pemuda, nama organisasi Jong Sumateranen Bond kemudian diganti menjadi Pemuda Sumatera. Dari kalangan mereka inilah nantinya muncul tokoh-tokoh nasional seperti Mohammad Hatta, Muhammad Yamin, dsb. Mohammad Hatta, setibanya di tanah air setelah memperoleh gelar meester dari Sekolah Bisnis Rotterdam, menjabat sebagai sekretaris dan bendahara Jong Sumateranen Bond pusat. Muhammad Yamin menjabat ketua Jong Sumateranen Bond mempunyai peranan besar dalam memperkuat perasaan nasional, khususnya di kalangan pemuda.
Organisasi ini bersama-sama dengan organisasi pemuda lainnya berperan besar dalam menyatukan organisasi-organisasi pemuda setelah lahirnya Sumpah Pemuda. Sesungguhnya, sebelum Sumpah Pemuda, Jong Sumateranen Bond bersama-sama organisasi pemuda lainnya telah merintis usaha untuk mempersatukan organisasi-organisasi pemuda. Pada tanggal 15 November 1925, diadakan pertemuan di Jakarta untuk membicarakan kemungkinan diadakannya pertemuan pemuda yang mencakup berbagai organisasi pemuda. Dalam pertemuan ini wakil dari Jong Sumateranen Bond, Jong Java, Jong Ambon, Jong Minahasa, Sekar Rukun, dan beberapa peminat lainnya sepakat membentuk sebuah panitia untuk mempersiapkan rapat besar pemuda. Panitia ini bertugas menggugah semangat bekerja sama di antara berbagai organisasi pemuda Indonesia untuk mewujudkan dasar pokok lahirnya persatuan Indonesia. Jong Sumateranen Bond menempatkan wakilnya duduk dalam kepanitiaan ini, yakni Jamaluddin Adinegoro sebagai sekretaris panitia, Sarbaini dan Bahder Johan sebagai anggota pada tanggal 30 April 1926 berhasil mengadakan rapat besar pemuda di Jakarta, yang kemudian terkenal dengan nama Kongres Pemuda 1.


                       MUHAMMADIYAH
Pada awal abad ke 20 M dikalangan muslim Indonesia terpelajar mulai muncul kesadaran baru untuk mengatasi kondisi pendidikan islam di Indonesia yang mengalami keterbelakangan akibat tidak mampu bersaing dengan lembaga pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah kolonial Belanda, yang mencetak tenaga kerja terampil tetapi mengabaikan pendidikan moral peserta didik. Oleh karena itu, mereka mengupayakan mendirikan lembaga pendidikan islam yang bercorak modern.
Salah satu lembaga pendidikan islam yang bercorak modern adalah lembaga islam Muhammadiyah. Lembaga ini didirikan oleh Ahmad Dahlan dengan tujuan mencerdaskan umat islam melalui pendidikan. Karena Ahmad Dahlan termasuk anggota organisasi Budi Utomo maka sebelum mendirikan lembaga pendidikan islam Muhammadiyah, beliau meminta restu kepada Budi Utomo. Setelah itu, beliau membuka sekolah agama di rumahnya dengan nama Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiah.

Awal lembaga pendidikan islam ini berdiri hanya memiliki delapan orang murid. Karena penyampaian materi dari Ahmad Dahlan yang menarik, setiap bulan muridnya bertambah tiga orang. Melihat kemajuan pendidikan lembaga tersebut maka Budi Utomo memberikan bantuan berupa pengajar dan mulai saat itu ridak hanya ilmu agama tetapi ilmu pengetahuan pun diajarkan. Lembaga ini diresmikan tanggal 1 Desember 1911.

Melihat perkembangan lembaga pendidikan islam Muhammadiyah yang sangat baik, banyak yang menyarankan agar Ahmad Dahlan mendirikan suatu organisasi yang kelak akan menjadi penerus setelah Ahmad Dahlan tiada. Setelah direnungkan dan mendapatkan orang-orang yang siap membantu, maka pada tanggal 18 Dzulhijah 1331 H atau 18 Desember 1912 M didirikanlah oraganisasi yang bernama Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan.

Dalam usaha mendapatkan pengakuan kepala pemerintah sebagai badan hukum, pada tanggal 20 Desember 1912, Muhammadiyah dibantu oleh Budi Utomo mengajukan surat permohonan kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda agar Muhammadiyah diberi izin resmi dan diakui sebagai suatu badan hukum. Untuk itu Gubernur Jenderal mengirimkan surat permintaan pertimbangan kepada Direktur Van Justitie, Adviseur Voor Inlandsche Zaken, Residen Yogyakarta dan Sri Sultan Hamengku Buwono VI.

Setelah melalui proses yang cukup lama, akhirnya pemerintah Hindia Belanda mengakui Muhammadiyah sebagai badan hukum yang tertua dalam Gouvernement Besluit tanggal 22 Agustus 1914, Nomor 81, beserta lampiran statutennya dan berlaku mulai 22/23 Januari 1915.








Jong Java
Berbicara tentang perhimpunan pelajar yang pertama dan yang terbesar di tanah Jawa, adalah Jong Java ). Pada tahun 1915 pelajar STOVIA Satiman Wirjosandjojo mengambil inisiatif mendirikan perhimpunan untuk para pelajar pendidikan menengah dan lanjut. Mahasiswa kedokteran ini untuk pertama kali menjadi berita tahun 1912, ketika ia dengan keras memprotes peraturan tentang pakaian di sekolah kedokteran di Batavia.

Para pelajar Jawa waktu itu diwajibkan mengenakan jarik (kain) dan udheng (ikat kepala). Di atas udheng itu dikena-kan topi berlambang kedokteran. Suatu pemandangan yang menggelikan, karenanya calon-calon dokter yang biasanya berasal dari kalangan priyayi itu dicemoohkan orang sebagai "kondektur trem". Satiman berjuang agar para pelajar dapat mengenakan "pakaian bebas". Dalam praktek itu berarti hak untuk berpakaian sebagai orang Barat. Sesudah lama dipertim-bangkan, akhirnya direktur STOVIA memutuskan untuk meluluskan permohonan itu, terutama karena ternyata pakaian Barat agak lebih murah daripada pakaian Jawa. Dengan sendirinya waktu itulah kaum elit yang baru muncul dan berpendidikan baik itu di masa studi dan sesudahnya mulai membedakan diri secara lahiriah dari orang-orang setanah airnya dengan menggunakan gaya pakaian si penjajah. Para pelajar STOVIA itu adalah orang-orang yang sadar akan kelas dan statusnya, dan antara sesamanya mereka berbicara Belanda. Ini tidak berarti bahwa rnereka mencampakkan budaya Jawa. Satiman justru ingin menghidupkan kembali budaya itu. Tang-gal 7 Maret 1915 bersama dengan Kadarman dan Soenardi ia mendirikan Tri Koro Dharmo (Tiga Tujuan Mulia) yang men­jadi pendahulu Jong Java. Yang menjadi anggota pertamanya adalah lima puluh pelajar STOVIA, Kweekschool (Sekolah Guru) Gunung Sari (Weltevreden), dan Koningin Wilhelmina School (KWS). Ketiga tujuan mulia itu adalah: "Mengadakan hubungan antara para pelajar Pribumi yang be-lajar di sekolah-sekolah tinggi dan menengah, dan juga di kursus-kursus pendidikan lanjut dan vak. Membangkitkan dan meningkatkan minat terhadap kesenian dan bahasa Nasional. Memajukan pengetahuan umum para anggota." (diambil dari JongJava's Jaar-boekje 1923: 115-16). Tujuan itu menyatukan dua prinsip dasar yang hidup di kalang-an pemuda itu. Yang pertama adalah perlunya edukasi, penge­tahuan, pendidikan. Ini berarti pertama-tama pengetahuan Barat yang merupakan prasyarat mutlak kemajuan masyarakat Jawa. Pengetahuan mengenai ilmu dan teknologi Barat, pengetahuan tentang bahasa-bahasa Eropa merupakan kunci kemajuan. Yang kedua adalah cinta kepada budaya Jawa. Para pemuda priyayi itu menaruh hormat kepada tradisi Jawa, budaya nenek-moyang yang pernah menjadi penguasa-penguasa perkasa kerajaan Majapahit dan Mataram. Sebagaimana semua priyayi yang lain, mereka sadar sedang hidup di Jaman Edan (}a-man Gila), ketika kesenian Jawa tenggelam. Sebagaimana para anggota Comite voor het Javaans Nationalisme mereka menaruh minat yang besar terhadap budaya Jawa, mendambakan sekali pulihnya Jawa masa lalu. Ketua Satiman mengecam para pemu­da Jawa yang untuk memperoleh pendidikan lebih lanjut mere­ka pergi ke Eropa dan berusaha menjadi orang Barat. Budaya sendiri mereka buang dan lupakan. Satiman membayangkan keadaan budaya jawa itu sebagai tanah bera.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar