Selamat Datang Teman-Teman, Ibu/Bapak saudara sekalian .
terima kasih sudah mampir.. :)
Anda Sopan kami Segan :)

Rabu, 01 Agustus 2012


Siak
Nama Siak sudah tercantum dalam Negarakertagama sebagai daerah yang ditaklukkan Majapahit pada tahun 1365 M. Pada mulanya Raja Siak mengaku sebagai keturunan Nila Pahlawan, saudara Nila Utama, yaitu makhluk yang turun di Bukit Siguntang Mahameru. Pada masa pemerintahan Sultan Mansyursyah Akbar (1458–1477 M)di Melaka, kerajaan Siak diperintah seorang raja yang masih beragama Hindu bernama Maharaja Permaisura. Siak ditaklukkan oleh ekspedisi militer Melaka yang dikepalai oleh Khoja Baba yang berasal dari India dan bergelar Ichtiar Muluk.

Putra Maharaja Permaisura yang bernama Megat Kudu diislamkan dan dinikahkan dengan Raja Dewi, putri Raja Melaka, kemudian dinobatkan/ditabalkan sebagai Sultan Siak bergelar Sultan Ibrahim. Dari pernikahan ini lahir putranya yang bernama Abdullah dan bergelar Sultan Khoja Ahmadsyah. Sultan Ahmadsyah menggantikan ayahnya sebagai Raja Siak. Raja Abdullah berputra tiga orang, yaitu Raja Jamal, Biyazid, dan Raja Isap. Jamal dan Biyazid tinggal di Bintan. Biyazid kemudian bergelar Gocah Pahlawan, yang merupakan gelar Laksamana Khoja Bintan. Raja Isap kemudian bergelar Marhom Kasab dan menikah dengan Putri Fatimah, anak Sultan Mansursyah atau cucu Raja Sulong bin Raja Mahmud (Ahmad), yang merupakan cikal bakal dinasti Sultan Perak yang awalnya diangkat oleh Aceh.

Pada saat Melaka diperintah Sultan Alauddin Riayatsyah I, Raja Siak ingin melepaskan diri dari Melaka dengan cara menghukum mati seorang terpidana tanpa meminta izin Melaka. Mendengar kejadian ini Sultan Melaka mengirim Laksamana Hang Tuah yang kemudian menuding Bendahara Siak Tun Jana Pakibul di depan majelis sambil berkata, “Tuanku, nampak-nampaknya di sekeliling Tuanku, orang-orang tua yang tidak tahu adat, tidak ingat semua hukuman bunuh harus minta izin Melaka dahulu”. Raja Siak lalu meminta maaf.

Rokan
Rokan merupakan kerajaan Melayu tua yang terletak di Sumatera Timur. Dalam Sejarah Melayu disebutkan bahwa putra dan pengganti Sultan Maharaja Muhammadsyah Melaka bernama Raja Ibrahim yang sejak kecil dipengaruhi oleh nenek dari pihak ibu, yaitu Raja Rokan, sehingga ketika menjadi raja bergelar Sultan Sri Parameswara Dewa Syah (1445–1450 M). Ketika ia masih kecil pemerintahan dipangku oleh neneknya, Raja Rokan, yang konon bertindak sesuka hatinya sehingga dibenci Melaka. Saudara sultan bernama Raja Kasim. Dengan restu Bendahara, dia merebut tahta dan membunuh Sri Parameswara Dewa Syah dan neneknya. Setelah itu Bendahara memproklamasikan dirinya menjadi Raja Melaka dan bergelar Sultan Muzafansyah (1450–1458 M).

Kampar
Negeri lain di Sumatera Timur yang termasuk tua adalah Kampar. Kampar ditaklukkan oleh Melaka di bawah pimpinan Tun Mutahir dan harus menerima instruksi langsung dari Melaka. Kampar sangat strategis, karena merupakan jalur lalu lintas pengiriman emas dan lada dari Minangkabau. Dalam Sejarah Melayu diberitakan bahwa kakak Sultan Mahmudsyah Melaka, yaitu Sultan Munawarsyah, telah diangkat menjadi Raja Kampar pada tahun 1505 M. Dia kemudian mangkat dan digantikan oleh putranya yang bergelar Sultan Abdullah. Kampar yang dimaksudkan adalah Pelalawan yang kerajaannya berkedudukan di Pekan Tua. Pada mulanya yang menjadi raja adalah Maharaja Jaya yang beragama Hindu. Menurut legenda rakyat, negeri itu dulu didirikan oleh Maharaja Dinso (Fals, 1882).

Sultan Abdullah Kampar kemudian menjadi menantu Sultan Mahmudsyah Melaka. Walaupun menantu, dia tidak setia. Saat Portugis menyerang dan menguasai Melaka pada tahun 1511 M dan mertuanya menjadi buronan Portugis, Sultan Abdullah malah berbaikan dengan Portugis yang kemudian mengangkatnya sebagai Bendahara orang-orang asing di Melaka.

Sultan Mahmudsyah yang saat itu bersemayam di Bintan mengirim armada yang dikepalai menantunya yang lain, Raja Lingga, tetapi Kampar diselamatkan oleh armada Portugis di bawah pimpinan Jorge Botelho, dan langsung mengungsikan Abdullah ke Melaka. Kemudian Sultan Mahmudsyah menyebarkan kabar angin ke Melaka, seakan-akan Abdullah secara rahasia mempersiapkan pemberontakan terhadap Portugis. Mendengar berita ini orang Portugis curiga dan termakan kabar tersebut, sehingga Abdullah ditangkap dan dihukum gantung di Malaka. Kejadian ini membuktikan ketidaksetiaan Portugis dan merupakan tamsil bagi Gubernur Jenderal Belanda, Pieter Both seperti termuat dalam suratnya kepada Sultan Tidore tahun 1612 (Verhoeff, 1645). Sultan Mahmudsyah dikejar-kejar Portugis dari Bintan, sehingga ia harus bertahan di Kampar (Pelalawan) sampai mangkatnya pada tahun 1528 M (Marhum Kampar).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar